Ciyuuusss!!! Berhenti Merokok, Bisa Beli Rumah dan Bisa Hentikan Laju COVID-19 lho.
Berhenti Merokok Sekarang Juga Untuk Hentikan Laju COVID-19 dan Bisa Beli Rumah lho. (olah disain: Sae) |
Merokok? Ehm, sebuah kata yang selalu kuhindari sejak lama. Yups, sering sekali ajakan merokok menghinggapi diriku sejak SD, SMP, hingga SMP bahkan Perguruan Tinggi hingga saat ini sudah berkeluarga. Ajakan merokok memang sering terlontar di masyarakat dari perokok aktif kepada perokok pasif.
Oke, perlu diketahui bersama bahwa perokok aktif yaitu seseorang yang memang melakukan tindakan merokok baik itu rokok daun, rokok kretek, atau rokok elektrik. Sedangkan perokok pasif yaitu seseorang yang tidak melakukan tindakan merokok, namun menghirup asap rokok dari perokok aktif. Lebih bahaya sebenarnya efek kesehatan yang akan dialami oleh perokok pasif dibanding perokok aktif. Hal ini dikarenakan bahwa perokok pasif menghirup asap baik di ruang terbuka (ruang umum) maupun ruang tertutup (rumah, atau dalam ruangan pertemuan sekalipun).
Nah, bagi saya sendiri, almarhum ayah saya adalah perokok aktif. Saking aktifnya ayah saya dalam merokok saat berkumpul di rumah, kepulan asap rokok menghiasi seisi rumah. Terkadang batuk pun menyertai diriku dan juga anggota keluargaku yang lain. Dalam sehari ayah biasa menghabiskan 3 bungkus rokok. Namun, di akhir hidupnya ayahku mulai berkurang merokok dan hanya menghabiskan 5 hingga 10 batang per hari. Nah, kondisi lainnya yang kuketahui saat kematian ayah yaitu adanya penyakit stroke yang diderita.
Di awal penyakit stroke menyerang ayahku, dokter memberikan informasi kepada ayah bahwa untuk menghentikan kebiasaan merokok. Jika belum bisa menghentikan secara total untuk merokok usahakan untuk mengurangi kebiasaan merokok. Alhamdulillah, dengan adanya penyakit stroke yang diderita, ayahku pun mengurangi kebiasaan merokok. Meski saat ajal menjemput, ayah masih merokok namun berkurang intensitas merokoknya. Ya, ayah meninggal saat aku sudah berkeluarga dan istriku sedang hamil usia 8 bulan kehamilan.
Kisah nyata tersebut menguatkanku untuk tidak merokok. Bahkan sebelum kasus tersebut memang sedari SD, ketika bermain bersama teman-teman, juga sering ditawari untuk merokok saat bermain. Kondisi ini selalu menghantui dan membayangiku terus hingga perguruan tinggi. Yups, lagi-lagi sebuah anekdot entah dari mana asalnya bahwa merokok itu bukti kejantanan. Atau ada istilah sadis lagi bahwa yang tidak merokok adalah banci. Ehm, padahal, setahuku banci juga banyak yang merokok dibanding yang tidak. Dan ada lagi yang lebih dahsyat bahwa merokok adalah sebuah lambang kegantengan. Ehm, sebuah anekdot yang tidak beralasan. Dan malas kuumbar bukti kuat di kala itu, demi menjaga pertemanan. Namun, alhasil ketika berkumpul bersama teman, aku sering menyingkir untuk menghindari kepulan asap merokok yang membuatku batuk.
Kasus lain tentu saja bagiku yang perokok pasif memang lebih berbahaya dibanding perokok aktif. Namun, perokok itu ternyata egois juga ya. Apa buktinya? Kisahku dengan ayahku dan juga kisahku dengan teman-teman menjadikan bukti pembenaran bahwa egoisme dari sang perokok. Yups, asal berbicara tanpa diperkuat bukti konkret dari yang diucapkannya. Sebelum membahas tentang menghentikan merokok, sebaiknya mengenal dulu tentang merokok.
Nah, terkait merokok ini ternyata ada sebuah talkshow menarik yang diadakan oleh KBR dengan tema Rumah, Asap Rokok, dan Ancama COVID-19. Sebagai pembicara dalam program radio Ruang Publik KBR tersebut yaitu dr. Frans Abednego Barus, Sp.P selaku dokter spesialis paru dan Nina Samidi dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau. Dari talkshow tersebut menguatkan sebuah kepercayaan bahwa merokok bisa menjadi kaya, dan juga mengurangi penyebaran COVID-19.
Oke teman, sebuah perkataanku tentang keegoisan sang perokok juga dibenarkan oleh dr. Frans bahwa perokok itu egoisme tinggi untuk membenarkan dirinya sendiri. Bahkan perokok aktif itu sendiri bukan saja menghancurkan dirinya juga bisa menghancurkan orang lain. Kepulan asap rokok tentu saja memberikan sebuah polusi baik untuk indoor maupun outdoor. Dikatakan oleh dr. Frans, bahwa Saat di dalam ruangan, tentu saja perokok itu bukan saja main stream (perokok aktif) namun juga second stream (perokok pasif). Lebih dari itu yaitu third stream yaitu asap rokok menempel pada baju, gorden bahkan kursi yang akan memberikan dampak bagi paru orang lain.
Nah, setiap asap rokok yang dihisap ke paru akan merusak bangunan saluran nafas untuk daya tahan mekanik dan kimia. Dijelaskan kembali oleh dr. Frans bahwa daya tahan mekanik yaitu rambut-rambut halus (cilia) untuk mengusir kuman, dan mengarahkan secret, dahak, leak dan benda asing lainnya untuk dimudahkan dikeluarkan melalui saluran nafas. Jika merokok bisa mengakibatkan kegundulan pada rambut-rambutnya tersebut, sehingga tidak ada daya tahan mekaniknya. Alhasil akan berdampak kepada kuman bercokol di dalam tubuh. Bahkan sekret, dahak, leak dan benda asing yang seharusnya dikeluarkan pun akan sulit untuk keluar. Penyakit akan bercokol di sana. Lalu, daya tahan kimia yaitu IgA ini yaitu akan berkurang sekali di sepanjang saluran nafas.
dr. Frans juga menjelaskan kembali bahwa data menyebutkan jika laki-laki lebih rentan dan lebih banyak terkena dampak COVID-19 dibanding wanita. Dan usia dewasa lebih rentan terkena penyakit COVID-19 dibanding anak-anak. Mengapa? Sebuah alasan utama tentu saja yaitu dari adanya merokok itu sendiri. Sebuah lembaga greencrescentindonesia menyebutkan pula sebuah data bahwa setiap asap rokok yang dihisap akan meningkatkan risiko 14 kali terjadinya komplikasi berat pada infeksi COVID-19.
Serius bangeudh membacanya? Merokok ya... sungguh menggeparkan donk, efeknya tersebut. Makanya usahakan untuk berhenti merokok untuk mengindari laju penyebaran merokok ya.
Jika masih ingin merokok juga, baiklah. Mari kita sejenak mencermati kebiasaan dan perilaku dari merokok. Jika merokok tentu saja ada hubungan yang menarik antara tangan dan mulut dan bibir donk ya. Bener apa bener.. Nah, saat kontak hubungan tersebut terjadi tentu saja virus dari tangan akan mudah masuk ke tubuh, dengan melalui mulut karena perantara rokok yang dihisap tadi. Nah, bukti kuat lainnya dari merokok yaitu merokok meningkatkan reseptor ACE2 yang juga menjadi reseptor virus covid-19.
Berbahaya sekali kan, efek dari merokok. Kasus lain dari WHO juga menyebutkan demikian bahwa merokok bisa mempercepat laju berkembangnya COVID-19. Masih ingin terkena COVID-19 yang belum ada obatnya tersebut? Tentu tidak donk.
Sekarang aku ingin balik ke masa di mana ayahku masih hidup. Kepulan asap yang menghiasi rumah dengan rokok menjadi kabut gelap. Ini sebuah indikasi dari polusi udara di dalam rumah. Seharusnya ini bisa dikurangi tentunya.
Menyimak pemaparan dari Nina Samidi secara live di youtube dari talkshow KBR juga menjadi perhatian khusus untuk menghentikan laju COVID-19. Melalui rumah bisa dihentikan laju COVID-19 sebenarnya. Benar saja, bahwa adanya anjuran dari pemerintah untuk stay at home, yang diperkuat kembali dari pemimpin agama yaitu MUI memang berguna dan sangat bermanfaat sekali.
Jika saja, di dalam rumah menghentikan adanya kepulan asap rokok bahkan untuk merokok itu sendiri. Maka COVID-19 di Indonesia bisa segera berhenti. Dengan kebijakan di rumah yang dilaksanakan dan sangat tegas, bahkan motivasi yang kuat untuk tidak merokok di dalam rumah. Eits, ini sebuah pemicu untuk menghentikan dari yang terdekat yaitu dari lingkup keluarga tentunya.
Jika dimulai dari keluarga bisa untuk tidak merokok maka akan berkembang kebudayaan di masyarakat untuk segera berhenti merokok pula. Namun, sebagaimana kisah dari ayahku, saat aku duduk di bangku SMP, memang ayahku pernah berhenti merokok, dan efeknya ayahku lebih gemuk dan badannya lebih terisi. Namun, kondisi di masyarakat justru datang dari teman-teman ayah yang merokok sehingga ayahku kembali merokok. Bahkan, hingga saat waktu menjelang kematian ayah, ayah masih menjadi perokok.
Nah, dari situ ada yang harus dibenahi juga dari lingkungan masyarakat juga. Begitu yang dikatakan oleh Nina Samidi bahwa kebijakan pemerintah terhadap rokok ini juga belum kuat. Banyak hal yang dipikirkan oleh kebijakan pemerintah, termasuk di dalamnya yaitu adanya cukai yang cukup besar untuk pemasukan anggaran.
Nina Samidi melanjutkan bahwa kebijakan untuk tidak merokok juga sudah pernah diatur sebelumnya yaitu dari adanya PP No. 109 Tahun 2012. PP tersebut mengatur tentang perilaku merokok, iklan rokok, hingga peringatan secara gambar. Memang, PP tersebut saat ini kondisinya sedang dalam masa revisi agar bisa menghasilkan kekuatan untuk budaya tidak merokok. Selain, penguatan melalui PP juga adanya Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) yang turut andil untuk peringatan tidak merokok.
Jika dimulai dari rumah untuk hidup sehat sudah berlaku, tinggal budaya di masyarakat diperkuat salah satunya oleh kebijakan dari negara. Jika kita lihat ke belakang, bahwa ada negara-negara yang sudah memberlakukan pelarangan penjualan rokok. Negara-negara tersebut yaitu Boswana, India, South Africa. Bahkan, di masa pandemi COVID-19 ini pula Boswana telah memberlakukan pelarangan import rokok. Efek dari kebijakan negara-negara tersebut akhirnya membuat kesulitan donk bagi perokok. Akses mendapatkan rokok yang sulit, sehingga bisa juga mengurangi adanya pandemi dari COVID-19.
Menjadi pertanyaan bagi negara Indonesia yaitu saat ini belum ada kebijakan yang kuat. Bahkan menurut Nina Samidi, Indonesia sendiri belum ikut andil dalam konvensi tanpa tembakau. Miris memang.
Lalu???
Nah, kebijakan utama memang dari rumah untuk menghentikan laju COVID-19. Salah satunya tentang berhenti merokok.
Ada lagi sebuah kisah menarik nih. Sudah tahu tentang daerah tanpa rokok di Indonesia? Ternyata di Indonesia ada lho, di Yogyakarta, Malang, bahkan di DKI Jakarta juga sudah ada lho, daerah tanpa rokok.
Yuks sejenak melancong ke Kampung Penas di Jakarta Timur yang menjadi satu-satunya kawasan bebas asap rokok. Keren kan.. nah, di daerah ini selain wilayahnya dengan nuansa warna warni dari cat terpasang pada rumah, juga pada beberapa dinding terlihat mural tentang kampanye anti rokok.
Menelusuri lebih jauh di Kampung Penas yang diawali dari study banding ke wilayah di Jawa Tengah untuk mengamati dan mencoba menerapkan kawasan tanpa rokok di daerahnya. Ternyata berhasil dengan kondisi tersebut. Kampung Penas pula akhirnya menjadi kampung warna warni tanpa rokok.
Eits, titik point yang ingin sampaikan justru lebih dari kisah itu lho. Ada nih seorang pemuda di kampung Penas tersebut yang bisa membeli rumah dari berhenti merokok rupanya. Pria yang saya maksud bernama Koko (32 tahun). Koko berhenti merokok memang jalan tiga tahun. Dari berhenti merokok, Koko bisa membeli kulkas, membahagiakan keluarga, mengajak anak dan istri jalan-jalan. Bahkan bisa membeli rumah.
Berdasar pengakuan dari Koko bahwa setidaknya dalam sehari ia bisa membeli rokok hingga Rp. 50.000,-. Jika dalam sebulan maka akan terbuang uang Rp. 1.500.00,- . Dan dalam setahun akan terkumpul Rp. 18 Juta, bahkan 3 tahun akan terkumpul dana Rp. 54 Juta. Dana tersebut akhirnya bisa dibuat untuk membeli rumah kontrakan lebih luas dari tabungan uang rokoknya. Menarik kan.
Awalnya, di Kampung Penas merupakan kampung yang kotor, warga banyak yang sakit, bahkan Kampung tersebut tidak terawat. Namun, akhirnya sebuah inisiatif dari komunitasnya, Koko dan teman sekomunitasnya melakukan perjalanan ke Kampung Code Romo Mangun Wijaya Pr di Yogyakarta, dan kampung Warna Warni Jodipan, Malang, Jawa Timur.
Dari perjalanan tersebut, akhirnya menghasilkan sebuah masukan bagi Koko bersama komunitas FAKTA untuk membangun kampungnya pada Maret 2017. Kampung Warna Warni yang digagas tersebut ide awalnya hanya untuk menata kampungnya jadi lebih indah dan bisa bertahan agar tidak digusur oleh Pemprov Jakarta. Namun, ternyata lebih dari itu, kampung Warna Warni Kampung Penas menjadi lebih indah dan lebih sehat karena sudah tidak ada asap rokok bertebaran yang merusak perokok aktif maupun perokok pasif.
Di awal pembentukan Kampung Warna Warni Penas itu, Koko dan warga berjuang bersama. Dimulai dari lingkup keluarga, lalu ke lingkup masyarakat. Di lingkup masyarakat sendiri dibuat semacam peraturan bagi warga yang melanggar, akan dikenakan denda sebesar Rp.20.000,- namun itu tidak berjalan baik. Justru faktor terbesar untuk hidup sehat tanpa rokok datang dari lingkup keluarga. Dengan kondisi keluarga yang sehat justru mengundang lahirnya masyarakat untuk tidak merokok di Kampung Penas.
Sebuah bukti kuat bahwa banyak pula anak-anak yang merokok. Nah, hal ini tentu saja berdasar pengalaman pribadi memang anak-anak merokok dengan meniru dari keluarga yang merokok (ayah atau pamannya) dan masyarakat. Jadi dua hal ini yaitu keluarga dengan ketegasan kebijakan di keluarga dan masyarakat (bahkan negara) juga membuat kebijakan lebih baik untuk aturan tidak merokok ini.
Dari adanya kegiatan merokok dan asap rokok ternyata membuat daya tahan tubuh turun. Kondisi ini juga diperparah dengan adanya COVID-19. Sehingga dengan rokok justru menjadi media percepat penyebaran COVID-19. Efek lain dari adanya COVID-19 ini juga dengan adanya kasus pemberhentian kerja bagi masyarakat. Belum lagi biaya hidup lebih besar.
Berdasar data dari Susenas pada September 2019 bahwa pengeluaran tertinggi masyarakat ada pada beras diikuti rokok di nomor kedua. Berkaca data tersebut, maka dengan berhenti merokok akan bisa memangkas pengeluaran dan mengalihkannya ke lebih bermanfaat bisa untuk membeli sembako. Eits atau bahkan bisa membeli rumah.
Nah akhirnya, Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. Syaratnya, bisa anda lihat di sini. Yuks.
Sumber Tulisan:
[1] Azas Tigor Nasution. ‘Keluarga Sehat Bebas COVID-19’. https://www.netralnews.com/news/opini/read/212736/keluarga-sehat-bebas-covid-19-bisa-beli-rumah-dan-tak-digusur-pemprov-dki diakses pada 1 Juni 2020
[2] Dr. Ede Surya Darmawan, SKM, MDM (Ketua Umum IAKMI
2019-2022). Slide Presentasi ‘Hentikan Membakar Tembakau untuk Turut Memadamkan
Api Pandemic COVID-19’, disajikan konferensi pers : Surat untuk Presiden.
Selasa, 28 April 2020.
[3] dr. Meva Nareza.
Alasan Mengapa Virus Corona Berbahaya untuk Perokok. https://www.alodokter.com/alasan-mengapa-virus-corona-berbahaya-untuk-perokok diakses pada 1 Juni 2020.
[4] Nina Samidi.
Siaran Pers KOMNASPT Tentang ‘Merokok
Tingkatkan Risiko Infeksi dan Perparah Komplikasi COVID-19’. http://komnaspt.or.id/siaran-pers/merokok-tingkatkan-risiko-infeksi-dan-perparah-komplikasi-covid-19/ diakses
pada 1 Juni 2020
[5] Giusepe Gorini,
dkk. ‘Smoking History is An Important
Risk Factor for Severe COVID-19’. https://blogs.bmj.com/tc/2020/04/05/smoking-history-is-an-important-risk-factor-for-severe-covid-19/ diakses
pada 1 Juni 2020
[6] Tamar Khan WHO and Scientists Back SA’s Ban on Tobacco Sales. https://www.goexpress.co.za/2020/05/05/who-and-scientists-back-sas-ban-on-tobacco-sales/ diakses
pada 1 Juni 2020
[7] Valda
Kustarini. ‘Perokok Lebih Rentan
Terinfeksi Virus Corona’. https://kbr.id/04-2020/perokok_lebih_rentan_terinfeksi_virus_corona/103045.html. diakses pada 1
Juni 2020
[8] Webinar KBR berjudul Rumah, Asap Rokok, dan Ancaman
COVID-19. Live di youtube di link https://youtu.be/6ZeyknQj-Qo
pada 20 Mei 2020
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSuamiku dulu perokok berat, semenjak sakit radang tenggorokan parah dan punya anak, dia langsung berhenti. Alhamdulillah bisa, yang penting niat katanya. Setuju banget dengan adanya pandemi covid seperti ini makin banyak masyarakat yg sadar betapa bahayanya merokok.
BalasHapusEmang sih kalau orang ngerokok itu egois banget. Lha wong saya aja kalau dekat dengan mereka pasti ngerasa gak nyaman, tapi si perokoknya tetap gak pergi. Udah batuk2 masih aja PD berdiri didekat orang2. Sedih ya kak kalau posisi perokok pasif kayak kita :(
BalasHapusAlhamdulillah pengalaman dari orang terdekat membukakan mata hati dan pikiran. Semoga selamanya terhindar dari bahaya rokok
BalasHapusBaca judul tulisan ini langsung memberi motivasi pada para perokok khususnya untuk berhenti apalagi dalam sikon gini
BalasHapusselama ini tidak terpikirkan realsi antara rokok dan Covid19, tapi setelah baca di atas bener juga ya, pasti ga akan kerasa pas tangan menyentuh mulut pas merokok
BalasHapusWalaupun belum bisa beli rumah tapi uang untuk membeli rokok bisa ditabung. Dan kerasa banget uang itu bisa dialokasikan untuk beli kebutuhan lain
BalasHapusSangat egois memang mas perokok aktif itu, semoga pemerintah dan kita gak kehabisan cara dalam memberikan informasi dan edukasi kpd mereka yang mengutamakan kepuasan dirinya sendiri dengan merokok. Adanya kampung Penas juga semoga dpt membuka mata wilayah2 lain utk ikut serta membangun wilayah nya tanpa asap rokok.
BalasHapusApapun bisa ya kalau ada niat, berhenti merokok dan uangnya ditabung buat beli rumah bisa banget asal dengan komitmen yang kuat ☺️
BalasHapusSetuju banget kalau perokok itu adalah orang paling egois. Nggak cuma bikin sakit diri sendiri, tapi pakai bawa2 orang lain jadi ikutan sakit. Alhamdulillah di rumahku nggak ada yang merokok dan kami sangat tegas kepada setiap tamu yang datang untuk tidak merokok di rumah kami.
BalasHapusDana yang dikeluarkan untuk membeli rokok itu kalau dikumpulkan bisa buat macem2 ya kak, apalagi di situasi tidak menentu seperti ini. Semoga teman-teman yang masih merokok dibukakan pintu hatinya untuk berhenti merokok.
Ngga kebayang anak yang tinggal serumah dengan orang dewasa yang merokok. Kasihan banget. Semoga makin banyak perokok yang paham bahaya merokok khususnya selama pandemi ini.
suami aq perokok berat, smpat pinda pake vape tapi balik lagi merekok, gaknya utk berhenti perlu perjuangan & niat yg kuat utk tdk merokok lg
BalasHapusWah suami harus baca nih, tp pasti cuma dibilang iya doang, dia ga suka baca euy, hiksss
BalasHapusAlhamdulillah suami nggak merokok, jauh sebelum kita menikah malah. Ngomong2 soal rokok itu memang banyak ruginya lhoo ... Apalagi sekarang harganya relatif mahal, coba kalau dihitung sebulan berapa .... hehe ...
BalasHapusSaya paling malas duduk di dekat orang yang merokok. Saya cuma mikir, merokok benar2 bikin mati. Kalau mau mati, mati sendiri, jangan ajak orang.
BalasHapusAku sekarang udah ga bisa dekat-dekat dengan perokok. Kalau lagi ngumpul sama teman pun menjauh haha. Soalnya suka sesek nafas.
BalasHapustetap merokok selama wabah corona? banyaaak.
BalasHapusgimana kalau di bungkus rokok bukan hanya gambar penyakit karena rokok tetapi manfaat berhenti merokok seperti bisa beli rumah. Dikasih cerita pengalaman yang berhasil berhenti merokok supaya menginspirasi.
Dulu ayahku juga perokok aktif. Tapi alhamdulillah udah hampir 5 tahun gak merokok sama sekali.
BalasHapusPernah baca juga artikel klo memang perokok punya risiko lebih besar terhadap Covid 19.
Semoga tulisan Mas Saepullah bisa mengunspirasi temen2 lainnya yg mungkin aja masih pada ngerokok terus bisa jadi lebih aware untuk berhenti merokok ya.
Wah bener jugaa yah bang, kalo dipikir-pikir dan dihitung-hitung, berhenti merokok bisa beli rumah yaah hehe.
BalasHapusAjakan untuk merokok itu memang bagai godaan berat. Mending uangnya ditabung aja ya buat beli rumah..
BalasHapusHarga rokok memang lumayan besar kalau dijumlahkan dalam sebulan. Bener juga kalau sebaiknya ditabung
BalasHapusKalau paru paru sudah berkurang optimalisasi fungsinya, ini berarti harus benar-benar dijaga dan jauhi perokok aktif juga jangan sampai merokok dengan alasan apapun. Sayangi diri sendiri sayangi orang lain sekitarnya.
BalasHapusWah boleh juga tuh hitung2annya, semoga menginspirasi mereka yg msh merokok ni artikelnya.
BalasHapusTernyata pengeluaran untuk merokok tuh kalau ditotal setiap bulannya lumayan banget ya. Tapi emang bahaya banget merokok itu, apalagi dengan keadaan sekarang ini.
BalasHapus